Lemahnya Hukum Di Indonesia Membuat Orang Tidak Takut Akan Hukuman



Lemahnya hukum di Indonesia membuat beberapa orang kerap melakukan kejahatan. Baik kasus penipuan, perampokan, pemerkosaan, hingga kasus pembunuhan dinilai tidak terlalu berat sehingga para pelaku tidak jera.

Baru-baru ini kasus kematian seorang adik dari salah seorang pemimpin tertinggi di Korea Utara yang meninggal di bandara Malaysia menjadi sorotan publik. Kim Jong Nam diduga meninggal akibat dibunuh dengan cara disemprot dengan racun oleh beberapa orang.

Namun yang mengejutkan adalah dugaan pelaku yang menyemprotkan racun ke wajah Jong Nam salah satunya adalah warga negara Indonesia (Siti Aisyah).

Maraknya tindak kejahatan di Indonesia telah mencerminkan bagaimana lemahnya hukum di Indonesia yg sangat ringan, bahkan dapat dibeli dengan uang. Lemahnya hukum tidak sebandaing dengan proses persidangan yang dilakukan dalam menentukan tersangka. Sering pula kasus-kasus kejahatan yang melibatkan orang-orang tertentu maupun orang-orang yang kebal akan hukum yang pada akhirnya menjadi salah sasaran.

Seakan-akan hukuman tuduhan kepada pelaku sebenarnya bisa dibelokkan dan dituju kepada orang yang tidak bersalah. Bukan sekedar presepsi semata, banyak kasus-kasus besar yang melibatkan kalangan politik yang pada akhirnya terkuak.

Beberapa contoh kasus yang terbukti mencerminkan lemahnya hukum di Indonesia ;

Kasus Munir yang meninggal akibat keracunan di dalam pesawat dan diduga ada orang yang meracuninya, namun kasus ini tidak tuntas di era Kepresidenan SBY.

Kasus Nasrudin Zulkarnaen, yang meninggal akibat titembak oleh orang tidak di kenal sewaktu bermain golf dan kasus ini juga tidak jelas yang berakhir tertuduhnya pemimpin KPK yang saat itu sedang menjabat. Kasus ini diusut pada saat kepemimpinan SBY sebagai Presiden, dimana  Antasari Azhar tertuduh sebagai dalang dari kasus ini. Antasari dihukum penjara. Namun kini setelah Antasari bebas di era kepemimpinan Jokowi-JK, kasus inikembali diusut dan memasuki babak baru.

Ruben Pata dan Martinus Pata
Ruben dan Martinus adalah bapak dan anak  asal Makasar yang dituduh sebagai pelaku kasus pembunuhan dan pemerkosaan di Tana Torajapada tahun 2006 silam. Mereka divonis hukuman mati atas perbuatannya.

Setelah mendekam selama 8 tahun di Lapas Lowokwaru dan  di Lapas Porong Sidoarjo, akhirnya diketahui bahwa mereka bukanlah pelaku pembunuhan dan pemerkosaam tersebut. Hal ini terungkap setelah Tim Satreskrim Polres Tana Toraja menangkap si pembunuh sebenarnya. Dari hasil penyelidikan menyebutkan Ruben dan Martinus tidak terbukti bersalah melakukan pembunuhan.

Pengakuan tidak bersalah bapak dan anak ini terbukti, setelah Agustinus, pembunuh yang sebenarnya, mengakui perbuatan atas kasus yang ditimpakan kepada Ruben dan Martinus.
Kini Ruben Pata dan Martinus Pata bernapas lega bisa lolos dari eksekusi hukuman mati.

Moh Toni Qostholani
Moh Toni Qostholani, seorang warga Desa Kalibaru, Kecamatan Tengahtani, Kabupaten Cirebon, menjadi korban penganiayan oleh oknum Polisi.

Pagi hari sejumlah polisi mendatangi rumah keluarga Moh Toni Qostholani. Setelah memaksa masuk, polisi langsung menangkap korban dan melakukan penganiayaan. Korban dipukul, diinjak, dan ditendang.

Informasi tersebar saat anaknya, Nurma Ayu Ramadhany, mempostingnya ke akun Facebook miliknya dengan nama, Nurma Ayu Ramadhany. Nampak dari foto-foto yang juga ia posting, korban mengalami lecet dan lebam di sekujur tubuhnya.

Penganiayaan tersebut dilakukan di depan istri dan anak-anak korban. Bahkan saat dibawa menuju Polres Cirebon, sepanjang jalan korban disetrum dengan alasan yang tidak jelas.

Sesampainya diperiksa di Polres Cirebon dan terbukti korban tak bersalah, polisi hanya menyuruhnya pulang. Bahkan dengan keadaan yang lemah karena penganiayaan yang diterima, korban pulang hanya mengendarai motornya seorang diri.

Dedi
Sempat mendekam selama 10 bulan di LP Cipinang, akhirnya Dedi, korban salah tangkap polisi menghidup udara bebas.

Tukang ojek ini mendapatkan kebebasannya setelah Pengadilan Tinggi Jakarta memutus bebas. Dedi tidak terbukti bersalah melakukan pembunuhan seperti yang dituduhkan polisi dan jaksa.

Semasa ditahan, Nurochmah, istrinya terpaksa menggantikan Dedi menjadi tukang ojek untuk kebutuhan hidup dan biaya berobat anaknya.

“Namun nahas, anak Dedi yang mengidap gizi buruk tidak tertolong dan akhirnya meninggal dunia,” demikian informasi dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta dalam akun Facebooknya dikutip merdeka.com, Jumat (31/7).

LBH Jakarta juga menyebutkan ketika prosesi pemakaman, Dedi tak diizinkan oleh polisi melihat wajah anaknya untuk terakhir kali. Dia baru dapat izin menengok kuburan anaknya setelah mendapat jaminan dari pengacara LBH Jakarta. Saat itu Dedi diborgol bersama dengan pengacaranya tersebut menuju ke makam anaknya.

Peristiwa yang menimpa Dedi ini dicatat LBH Jakarta menambah daftar panjang potret buruk penegakan hukum di Indonesia. Dedi menambah daftar kasus korban salah tangkap atau rekayasa kasus yang dilakukan oleh polisi.

Anton Chandra
Nahas bagi Anton (28), warga Palembang ini bukan hanya menjadi korban salah tangkap, tetapi juga salah tembak. Alhasil, Anton harus dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan medis. Saat dilarikan ke rumah sakit, Anton dalam kondisi kritis.



Informasi yang berhasil dihimpun menyebutkan, peristiwa yang dialami Anton terjadi pada Rabu 20 Juli 2016, sekitar 22.00 WIB, saat aparat Polsekta SU II tengah melakukan penggerebekan di kediaman korban.

Di rumah tersebut, polisi hendak menangkap Azhari alias Goong (42), paman korban yang juga bandar narkoba. Saat mengetahui kedatangan polisi, paman korban bersembunyi di kamar Anton. Sementara korban, langsung keluar lantaran ketakutan.

Polisi yang melihat Anton keluar rumah sambil berlari, langsung mengejarnya, karena mengira Anton merupakan target operasi yang sedang dicari polisi. Tiba-tiba, terdengar suara letusan tembakan dari arah polisi.

Namun, lantaran mengalami pendarahan hebat, Anton akhirnya dilarikan ke IGD RSMH Palembang. “Waktu dibawa ke rumah sakit Anton ini pingsan. Menurut dokter, luka itu akibat peluru. Saat ini Anton masih di rumah sakit,” ungkapnya.


Sejarawan lulusan Universitas Indonesia (UI), JJ Rizal
aat tengah berjalan di pelataran Depok Town Square (Detos), Depok, Jawa Barat, pada 5 Desember 2009 lalu, tiba-tiba sejumlah anggota polisi menggerebeknya. Para polisi yang tengah berjaga di konser musik itu menduga Rizal terlibat pencopetan. Kemudian menganiayanya hingga memar.

Tiga anggota Polsek Beji yang menganiaya Rizal dinyatakan terbukti bersalah oleh pengadilan dan divonis 3 bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Depok.

Vonis ini memang lebih ringan dari tuntutan jaksa yakni 5 bulan penjara. Karena itu para terdakwa tidak mengajukan banding.

Sementara sebagai korban JJ Rizal mengaku puas dengan berapapun hukuman yang dijatuhkan majelis hakim. Dia hanya berharap kasus ini bisa menjadi contoh bagi para korban tindakan kekerasan oleh polisi agar tidak takut melapor.

Robin Napitupulu
12 Oktober 2013, Robin Napitupulu tengah memanaskan mobil saat tiba-tiba 2 polisi turun lalu menembaki kendaraannya. Beruntung, Robin masih bisa mengelak dari terjangan peluru polisi yang menghampirinya.

Dia spontan menunduk dan terhindar dari 4 tembakan polisi yang melubangi sisi kanan mobil Toyota Rush hitam miliknya. Robin yang panik pun melesat kabur dengan mobilnya demi menghindari tembakan susulan. Namun, dia malah diteriaki maling dan dikejar polisi serta warga.

Terjebak, dia akhirnya digelandang di Kantor RW setempat dan sempat dianiaya petugas saat diinterogasi. Penganiayaan berakhir setelah warga mengenali Robin yang kerap berkunjung ke rumah kekasihnya di kawasan Koja, Jakarta Utara. Sebanyak 20 jahitan harus diterimanya.

Akhirnya, kepolisian mengaku telah melakukan salah tangkap. Menurut Kapolres Jakarta Barat, ketika itu anggotanya sedang mengejar salah satu sindikat pencurian mobil. Anggota menyasar sebuah mobil Daihatsu Terios milik pelaku dan didapat informasi mobil itu berada di kawasan Koja, Jakarta Utara. Polisi pun menemukan mobil milik Robin.

Sementara 5 anggota kepolisian yang diduga mengetahui insiden tersebut diberi sanksi sementara dibebastugaskan dari kedinasan. Kasus salah tangkap itu juga dilimpahkan ke Polda Metro Jaya.

Polda Metro Jaya juga berjanji mengganti biaya rumah sakit dan mobil Robin yang rusak. Seperti dijanjikan Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya kala itu.

Begitu miris nya hukum di Indonesia.
Share on Google Plus

About berita hot

1 comments:

  1. Assalamualaikum.wr.wb. perkenalkan nama saya Hariyati Dewi Tki Hongkong, saat menulis ini saya teringat memory masa lalu.saya sangat tergugah hati melihat coretan hati yang Ibu tulis. saya jadi teringat tentang masa-masa sulit dulu,karena iktiar dan usaha , seolah2 menjadi dendam bukan lagi motivasi, cuma satu tujuan saya pada saat bagaiman caranya untuk bangkit..singkat kata berbagai macam iktiar dan cara yang saya lalui, mengingat pada saat itu hutang saya 1,2m yang tidak sedikit, belum lagi bunga renternir yang bertambah. karena usaha, kesungguhan hati, akhirnya saya menemukan jalan /solusi melalui Program Pesugihan Dana Gaib Tanpa Tumbal. saya percaya ALLAH ITU TIDAK DIAM MAHA PENYAYANG , cobaan itu bukan lah ujian tapi hadiah yang tersilmut untuk kebahagiaan yang sebenar2nya. Dengan keyakina dan keberania saya ikut bergabung untuk mengikuti Program Pesugihan Dana Gaib Tanpa Tumbal dan memohonkan dana sesuai kebutuhan dan kesanggupan saya. Cuma dalam waktu 1 hari 1 malam saya mendapat telpon dari pihak Program tersebut, Alhamdulillah dana yang saya mohonkan sudah cair dan sudah dapat saya gunakan untuk melunasi hutang. jika anda ingin seperti saya
    silahkan hubungi
    Ki Witjaksono: 085-2222-31459
    Atau kunjungi website
    Klik-> PESUGIHAN DANA GAIB
    ingat kesempatan tidak akan datang untuk yang kedua kalinya

    ReplyDelete